Sabtu, 13 Agustus 2011

Mengunjungi PLTD Peninggalan Belanda

Sebenernya sejak pertama kali datang ke Tragi Boom Baru saat “diutus” manager UPT Palembang, saya sudah merasa ada “something special” di tempat ini. Selain tempatnya yang dekat dengan pelabuhan peti kemas, di sekitar Tragi ini bangunannya banyak yg terkesan bangunan tua. Terlebih lagi ada sebuah gedung yang seperti aula, tapi lebih berkesan seperti pabrik, dengan ukuran tidak terlalu besar, tapi model bangunannya jelas peninggalan kolonial. Disisi lain dari gedung ini juga terlihat ada sebuah alat yang seperti knalpot dengan ukuran super besar yang mejulur keluar. Ditambah pula disekitar pabrik ini ada beberapa tangki ukuran besar, seperti yang ada di kilang minyak, atau terakhir pernah saya lihat saat kunjungan kampus ke PLTGU Tanjung Priok.

Karena penasaran saya nanya ke kakak operator saat kami memasuki GI Boom Baru. Dari informasi yang saya dapat ternyata gedung tersebut adalah bekas bangunan PLTD dari jaman Belanda. Wajar saja saya merasa disini agak beda, serasa bukan di Palembang lebih tepatnya di era yang berbeda. Seperti kebanyakan gedung-gedung tua di Indonesia, apalagi peninggalan Belanda, akan ada cerita mistik dan horor yang menyertai. Begitu pula yang terjadi dengan bangunan PLTD ini. Tapi kurang pas rasanya kalo saya ceritain disini. Emm,, bagi yang mau denger cerita horornya boleh deh hubungi saya langsung. No missed call and no sms yahh ! hehehe

Sebagai manusia biasa yang dianugerahkan rasa ingin tahu (hiperbola dikit), tentunya timbul rasa penasaran saya untuk melihat bagian dalamnya setelah melihat bagian luar gedung yang eksotis ini. Empat hari saya KP disini dan selama itulah saya memendam rasa penasaran ini (hiperbola lagi yah). Akhirnya di hari Jum’at yang penuh berkah kemarin, rasa ingin tahu saya terbayarkan sudah. :D

Berawal dari bapak supervisor administrasi yang ingin sedikit menghirup udara segar diluar, saya melihat pintu besar gedung tua di depan Tragi Boom Baru ini terbuka. Dan pasnya lagi bapak ini menuju gedung tersebut. Karena tak mau meninggalkan kesempatan langka ini saya dan teman kelompok saya segera mengikuti langkah pak supervisor. Emang bulan Ramadhan penuh berkah yahh :)

Setelah memasuki gedung ternyata didalam gedung banyak terdapat tumpukan isolator jenis kaca yang sudah diselimuti sawang, beberapa peti isolator porselen yang nampaknya baru, kubikel dengan ukuran besar terbuka, panel-panel kontrol dengan ukuran tak lazim dengan beberapa bahasa yg asing bagi saya, beberapa peralatan listrik yang bentuknya sudah jarang ditemui, dan tentunya sebuah generator yang ternyata tersambung dengan knalpot ukuran besar diluar gedung.

Awalnya sedikit heran kenapa isi gedungnya seperti ini. Namun setelah mendengar penjelasan ternyata gedung ini telah dialihfungsikan atau lebih tepatnya dimanfaatkan sebagai gudang penyimpanan peralatan PLN wilayah. Memang masih ada beberpa peralatan dari jaman Belanda yang masih tersimpan disini. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, icon utama dari sebuah pembangkit, yaitu generator masih ada disini. Selain itu trafo yang bentuk dan modelnya sudah tidak pernah ditemui lagi pun masih ada disini.

Dari informasi yang saya peroleh, ternyata pembangkit ini sebenarnya berbahan bakar gas. Namun, dalam pengoperasiannya menggunakan solar. Ternyata kejadian “salah makan” pembangkit listrik di Indonesia telah terjadi sejak zaman kolonial. Pembangkit ini sudah sangat lama berhenti operasi karena daya terpasang pembangkit ini sudah tidak sanggup menopang beban yang semakin meningkat. Selain itu, karena faktor usia efisiensi dari pembangkit ini semakin berkurang.

Ada hal menarik yang saya simpulkan dari kunjungan ke sebuah pembangkit jaman Belanda ini. Untuk ukuran daya terpasang sebuah pembangkit jaman tersebut jelas sangat jauh dibandingkan untuk jaman sekarang. Kalo dilihat dari peralatan-peralatannya, ternyata dari jaman Belanda perkembangan bentuk fisik utama dari beberapa peralatan ternyata tidak jauh beda. Hanya saja yang perbedaan yang sangat mencolok adalah dari segi ukuran. Terutama pada panel kontrol dan kubikel yang cukup besar bila dibandingkan dengan yang digunakan sekarang, ukuran tersebut menimbulkan kesan tak lazim.

Itu hanya sedikit analisa saya yang baru mengetahui dan melihat langsung beberapa peralatan yang ada di Indonesia. Mudah-mudahan nanti saya mendapat kesempatan untuk dapat melihat langsung dan mempelajari perkembangan peralatan kelistrikan terutama bidang pengadaan energi di negara-negara lain. Aamiiin :)

[note: foto-fotonya insyaAlloh menyusul, kamera saya lagi dibawak adek]

Comments :

0 comments to “Mengunjungi PLTD Peninggalan Belanda”


Posting Komentar

 

[Get Widget]