G.A.L.A.U, entah bagaiamana ceritanya kosakata ini semakin sering kita dengar baik di jejaring sosial, tv, radio, dll. Tapi kalo saya pertama kali dengar kata ini di twitter. Entah karna saya lebih sering mantengin time line twitter daripada TV atau emang saya yang gk ngikutin perkembangannya. Semua itu gak jadi masalah, karna yang ingin saya bahas di artikel kali ini bukan asal-usul serta sejarah perkembangan kata galau itu. Disini saya ingin membahas menganai fenomena meng-galau di jejaring sosial dengan psikologis seseorang. Mungkin sepintas bahasa yang saya gunakan untuk menggambarkan maksud artikel ini kayaknya tinggi banget. Tapi enggak lah, saya bukan seorang psikolog. Saya hanya seorang mahasiswa teknik elektro tingkat akhir yg sedang menyusun Tugas Akhir, yang suka memperhatikan fenomena sosial disekitar.
Jadi kalo nanti ada orang yang kompeten dibidang ini mau menyangkal dan mentahin artikel yang notabene cuma curahan pikiran saya ini, ya gak masalah. Tapi yang jelas saya pikir masalah ini cukup bagus untuk diteliti lebih lanjut oleh orang yang kompeten. Atau mungkin nanti mau saya kasih ke mama saya aja buat penelitian dia, soalnya mama saya juga lagi kuliah psikologi. Hehehe
Ok cukup untuk mukadimmah nya, lanjut ke inti permasalahannya.
Kita mulai dengan defenisi kata galau, apa perlu saya buka Kamus Besar Bahasa Indonesia buat nyari arti kata galau? Terlalu lebay kali yah kalo cuma buat artikel gini doank. Saya anggap persepsi kita sama tentang makna galau itu sendiri. Yaitu kondisi dimana sesorang banyak pikiran sampe uring-uringan, yang bisa merambat sampe susah makan, susah tidur, dll. Lanjut ke penyebab terjadinya galau, bisa jadi masalah dikantor, kuliah, sekolah, uang, dan asmara. Tapi kalo yang saya sering amati di jejaring sosial, penyebab galau remaja itu gak jauh dari masalah asmara dan cinta.
Sekarang lanjut ke ragam bentuk galau yang sering ditemui di jejaring sosial. Kalo saya amati, beberapa bentuk galau yang ada itu antara lain direct galau dan indirect galau. Direct galau itu kalo misalnya tulisan yang akun tersebut buat adalah hasil dari pikiran dia sendiri. Yahh bisa kita bilang akun jenis ini cukup “gentle” lah untuk mengakui kalo dia sedang galau. Lalu selanjutnya tipe indirect galau, tulisan yg akun ini buat biasanya bukan orisinil hasil pikiran dia tapi yang dia post itu merupakan sama dg yang dia pikirkan atau dia rasakan saat itu. Misal kalo di twitter, di me-retweet tulisan yang beraroma galau. Atau bisa juga ngambil dari kutipan lagu, yg liriknya nyerempet2 galau. Kita gak boleh men-judge akun ini tak “gentle” mengakui dia sedang galau. Tapi sebenarnya akun ini mungkin masih abu-abu, sebenarnya dia galau apa enggak sih? Tapi kenapa tulisan orang lain tuh pass bener dg keadaan dia.
Mungkin masih ada banyak lagi variant baru dari galau yang terus berkembang di jejaring sosial bak virus komputer. Tapi mungkin secara umum, untuk saat ini, variant galau yg bisa saya klasifikasikan dan publish disini cukup segini saja. Hehehe
Sebenarnya ada baiknya kita juga membahas mengenai level-level galau yang ada. Sering denger orang bilang: galau tingkat dewa ?? ini terdengar seperti level galau tingkat tinggi. Tapi jadi akan terlalu melebar jika saya lanjut bahas tentang tingkatan galau. Jadi sebaiknya langsung saja kita ke pengaruh galau tersebut ke psikologis.
Menggalau itu merupakan salah satu bentuk lain dari menuangkan unek-unek yang ada dipikiran kita. Sama halnya kayak curhat lahh, jadi kita itu menceritakan masalah kita pada orang lain. Tapi seiring dg perkembangan teknologi dan zaman, model menuangkan unek-unek ini turut berkembang. Dalam menggalau di jejaring sosial, juga terjadi proses menuangkan unek-unek ini. Jadi secara tidak langsung kita itu mengurangi beban pikiran. Dengan men-share isi pikiran kita ini ada beberapa hal yang positif yang bisa kita amati, yaitu beban pikiran dan tekanan paa diri kita jadi sedikit berkurang dan mungkin siapa tau orang yg hendak kita tuju dari tulisan tersebut membaca isi hati dan pikiran kita tersebut.
Lantas apa hubungannya dengan psikologis seseorang?
Kalo saya amati seiring dengan semakin populer nya galau di jejaring sosial, berita atau kasus bunuh diri karena masalah asmara dikalangan ABG labil cenderung semakin berkurang. Dan sangat berbanding terbalik dengan yang terjadi di dunia maya, semakin banyak akun pribadi atau akun yg non-pribadi yang semakin pandai merangkai kata-kata mutira dari kegalauan. Hal inilah yang butuh penelitian dan pembuktian lebih lanjut, apakah memang benar data bunuh diri tersebut turun atau hanya karena yang lebih menarik untuk diberitakan adalah kasus korupsi.
Terelepas dari benar tidaknya hal tersebut, yang jelas ada hal positip yang bisa kita ambil dari galau di jejaring sosial. Tapi masalahnya ada berapa banyak orang yang bisa menjadikan galau di jejaring sosial ini sebagai media penyalur unek-unek. Selanjutnya yang terpenting adalah, galau boleh tapi jangan berlebihan dan keterusan. Bosen juga kali orang liat tulisan kita galau mulu’ !
Yapp, itulah sekelumit pandangan saya tentang fenomena tersebut. Saya yakin akan ada yang pro dan kontra dg pendapat saya ini. Atau malah bakal ada yg komentar, “bacotan ga berbobot gini gk usah dianggep serius !”. Itu terserah pembaca yang budiman masing-masing. Yang jelas, kalo anda pernah juga merasa galau tapi anda belum mengenal jejaring sosial, ada baiknya anda mulai membuat akun jejaring sosial untuk memulainya. Hahaha
Sekedar info, kalo mau cari saya bisa follow akun twitter saya @aanruf (#promosi hehehe)
buat penutup artikel ini saya mau tulis bio twitter saya aja deh:
“hanya sebuah akun, jangan diartikan terlalu jauh”
Browse » Home » » Galau di Social Network Bagus kok Buat Psikologis
Minggu, 08 April 2012
Galau di Social Network Bagus kok Buat Psikologis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
0 comments to “Galau di Social Network Bagus kok Buat Psikologis”
Posting Komentar