Posting kali ini saya tertarik untuk kembali mengangkat tema yang berhubungan dengan manusia, perilaku, dan kehidupan sosialnya. Kenapa saya begitu tertarik membahas masalah-masalah yang berhubung dengan manusia? Jawabannya sederhana, saya juga masih manusia. Sehingga kadang cukup lihat diri sendiri, lalu lihat bagaimana dengan orang disekitar, dan tak lupa lingkungan yang jadi tempat manusia itu hidup. Akan banyak permasalahan yang menarik untuk diangkat.
“Dasar aneh !”
Pernah ngucapin kalimat ini ke seseorang? Atau pernah dapet kalimat ini dari orang lain? Yang manapun posisi anda terhadap kalimat tersebut yang jelas, satu hal yang sama adalah antara subjek dan objek dari kalimat ini sama-sama manusia. Sekarang mari kita lihat konteks kalimatnya. Kalo dari sudut pandang saya, konteks kalimat ini menimbulkan penafsiran memarginalkan seseorang bisa karena penampilan, tutur bahasa, sikap dan tindakan, pola pikir, gaya hidup, dan sebagainya.
Bentuk-bentuk memarginalkan disini bisa beragam, mulai dari sekedar ucapan yang men-judge objek, menjaga jarak dengan objek, tidak bergaul dan mengasingkan objek, serta masih banyak tindakan bullying dengan level ekstreme yang sulit untuk dibayangkan.
Kenapa suatu hal dapat disebut aneh?
Saya teringat dengan pendapat dari guru SMP saya, aneh itu karena hal tersebut berbeda dengan hal kebanyakan yang ada disekitarnya. Misal, saat hari Senin orang memakai seragam putih untuk upacara ada siswa yang memakai seragam Pramuka. Dalam hal ini yang aneh adalah siswa yang memakai baju pramuka, karena berbeda sendiri alias salah kostum. Sekarang mari kita lihat permisalan ini. Jika semua orang didunia ini matanya ada tiga, kamu sendiri sendiri yang matanya ada dua. Maka sangat pasti yang akan dibilang aneh adalah kamu yang bermata dua yang padahal kalo di dunia kita ini mungkin kamu itu sangat cantik atau tampan luar binasah (maksud saya luar biasa, hehehe #intermezo).
Kemudian saya juga teringat dengan salah satu kajian tauhid yang pernah diselenggarakan di kampus saya dengan tema Orang Asing di Akhir Zaman. Orang asing disini bukan alien dari planet lain, atau sejenisnya. Tapi orang asing disini adalah manusia itu sendiri, dimana lebih menyasar lagi adalah umat muslim yang mencoba menjalankan dan mengimplementasikan semua perintah Sang Khalik dalam kehidupannya. Dia atau mereka disini dianggap sebagai orang asing karena penampilan, tutur kata, sikap, dan gaya hidup yang berbeda karena mencoba menjalankan syariat Islam secara kaffah di zamannya, dimana lingkungan dan orang-orang disekitarnya, terlebih yang mengaku Muslim, sudah sangat jauh dari ajaran Alloh dan Rasulullah !!
Satu lagi yang sering saya amati disekitar saya adalah, orang yang menurut saya memiliki atau setidaknya mencoba menerapkan pendapat Einstein (CMIIW) untuk berpikir sedikit berbeda dari orang kebanyakan. Pola pikir ini sangat bagus menurut saya, karena kalo semua orang berpikir sama maka saat ada kasus tak terselesaikan, maka habis lah semuanya. Dengan berpikir beda ini kita akan mencoba mencari jalan keluar lain untuk menyelesaikan dan menyikapi suatu masalah. Sayangnya kadang konsep berpikir sedikit berbeda dari orang lain ini dapat mempengaruhi sikap, perilaku, tutur kata, dan tindakan yang juga sedikit nyeleneh. Hal ini saya anggap wajar karena untuk menerapkan gagasan B maka harus dikondisikan juga perlakuan B, bukan perlakuan A.
Dari ketiga contoh kasus diatas menggambarkan bahwa sebenarnya makna kata aneh itu relatif. Atau dengan kata lain semua orang memiliki standard anehnya sendiri-sendiri.
Sekarang mari kita lihat bagaimana dengan objek yang diberi label aneh ini. Mereka yang disebut aneh ini kadang akan sulit membaur dengan lingkungan mereka yang “normal”. Atau setidaknya mereka akan sedikit mengalami kesulitan, dan masalah saat mencoba menurunkan kadar keanehan mereka. Tentu saja, karena mereka punya pemahaman dan ideologi yang sedikit mereka tekan demi dapat bergaul dengan lingkungan yang serba “normal”.
Saya sangat memahami hal ini, karena jujur saya katakan dalam masalah ini sebenarnya saya termasuk objek dimana mungkin dianggap “berbeda” karena perpaduan dari tiga kasus yang saya gambarkan diatas.
Sehingga seringkali mereka yang berbeda ini akan lebih banyak berkumpul dengan sesama mereka yang dianggap berbeda. Hal ini wajar, karena dengan berkumpul dan bergaul dengan sesama mereka inilah mereka bisa merasa “sama”.
Hmm,, gimana yah, saya agak takut mengatakan bahwa artikel ini menggambarkan kasus yang menurut saya begitu kompleks ini sebagai gambaran umum dan atau bahkan pandangan mereka yang disebut aneh ini. Tapi, ya kalo ada teman-teman yang mungkin juga sebagai objek merasa sama, saya mohon ijin untuk mengatakan ini pada teman-teman kita yang normal:
“Saya aneh ya? Maafkan saya ya :) "
Browse » Home » » “Aneh ya? Maafkan saya yaa”
Selasa, 08 Mei 2012
“Aneh ya? Maafkan saya yaa”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
0 comments to ““Aneh ya? Maafkan saya yaa””
Posting Komentar