Minggu, 02 Oktober 2011

Menilai “Buku” dari Sampulnya?? Gak Salah Kok

Nampaknya kita sudah tidak asing dengan pepatah yang mengatakan, Jangan menilai buku dari sampulnya. Tentunya pepatah ini hanya sebuah kiasan, buku yang dimaksud bukanlah buka sebenarnya. Jadi intinya jangan suka menilai seseorang dari tampak luarnya saja. Tapi kalo menurut pandangan saya, sah-sah aja sih nilai dari “sampul” nya duluan.

Tenang dulu, jangan keburu menilai saya ini orangnya subyektif yang hanya menilai orang dari tampak luarnya saja. Malah sebaliknya kok, saya sangat tidak suka dengan orang yang hanya menilai faktor fisik seseorang saja. Karena saya sendiri merasa dari segi fisik, memang nilai saya hanya rata-rata. Seperti yang kita tahu, manusia itu Allah SWT ciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tetapi yang jelas Allah SWT berfirman bahwa, “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S. At-Tin: 4)

Kembali ke topik utama yaitu, kenapa saya bilang menilai seseorang dari penampilan luarnya duluan itu gak salah? Untuk menjawab pertanyaan ini akan saya jawab dengan sebuah pertanyaan. Saat bertemu dengan seseorang, indera apa yang pertama kali digunakan? Jawabnya adalah mata. Mata itu Allah SWT ciptakan untuk melihat. Sehingga dengan kata lain aspek pertama dalam sebuah penilaian seseorang adalah aspek visual atau tampak luar. Dari informasi awal yang kita tangkap melalui indera mata kita ini, akan bermunculanlah hipotesa, pandangan, atau penilaian kita terhadap seseorang tersebut.

Jika saat pertama kali kita bertemu, orang tersebut berpenampilan baik, rapi, wangi atau setidaknya tidak berbau tak sedap, pokoknya good looking deh, biasanya mind set yang terbentuk di dalam pikiran kita adalah segala yang baik-baik. Namun bila saat pertama kali bertemu orang tersebut berpenampilan dekil, kudel, and kumel, dan berbau tak sedap, biasanya penilaian kita terhadap orang tersebut akan tidak baik. Jadi gak salah juga bila ada pepatah yang menyatakan: Jatuh cinta pada pandangan pertama.

Namun yang jadi masalah adalah bagaimana kita akan menyikapi “hipotesa awal” dari sedikit informasi yang kita peroleh dari indera mata kita. Dalam sebuah penelitian tentunya sebuah hipotesa itu harus dibuktikan kebenarannya dengan mengumpulkan data dari berbagai aspek dan metode. Setelah membandingkan antara data, fakta, dan hipotesa yang kita miliki, barulah nanti kita dapat menarik simpulan akhir terhadap kasus tersebut.

Begitu pula dalam menilai seseorang. Aspek visual, dalam hal ini yang saya maksud adalah segi fisik seseorang, hanyalah satu aspek dari sekian banyak faktor penilaian yang harusnya kita lalui sebelum mencap orang tersebut. Dari sekian banyak faktor yang perlu dicermati lagi, ada satu aspek yang menurut saya cukup membutuhkan prioritas yang lebih banyak perhatian. Aspek yang saya maksud adalah kepribadian.

Jadi terlalu picik jika seseorang itu menganggap remeh, merendahkan, atau bahkan meng-asing-kan seseorang dari pergaulan hanya karena orang tersebut tidak tampan, tidak cantik, atau dengan segala kekurangan fisik yang ia miliki. Pikir ulang bung !! Anda baru melihat satu aspek saja. Apakah karena dari segi fisik anda lebih “sempurna” sehingga anda mengecilkan orang yang anda anggap “kurang” ?? Betapa menyedihkannya anda !

Simpulan yang dapat kita tarik adalah
Cover buku itu penting, karena cover buku adalah gerbang awal kita dalam menilai buku tersebut. Tapi yang lebih penting adalah isi dari buku tersebut. Kalo covernya hanya berdebu sedikit, bersihin aja beres kan.

Selengkapnya...

Tuna Bumbu Kari with Black Pepper

Serius deh dibanding ikan sarden, saya lebih suka tuna. Walopun lebih mahal tapi emang beneran lebih enak lohh. Sesuai lah pepatah bilang, “Ada mutu ada harga”. Buat sesekali gak apa-apa deh, dari pada bosen menu warteg. Sejak nyobain tuna rasa original kemaren, saya jadi ketagihan. Nahh, jadi cerita nya tadi siang pas lagi di toko swalayan yang ada di mall deket kampus saya, saya ketemu tuna kaleng lagi. Ternyata ada banyak macam variasi bumbu dan rasanya. Jadi bingung sendiri deh mau pilih yang mana. Akhirnya saya putuskan untuk nyobain yang Tuna Bumbu Kari. Gak usah kelamaan prolog yah, kita langsung ke dapur aja deh :

Bumbu Utama:
- Tuna kaleng yang bumbu kari
- Bubuk black pepper
- Bawang merah
- Bawang putih
- Bawang bombay
- Mentega

Cara Memasak:
- Panaskan dan lelehkan mentega di wajan
- Tumis bawang bombay terlebih dahulu, lalu bawang merah dan bawang putih
- Setelah harum, masukkan tuna kaleng
- Aduk hingga merata
- Taburkan bubuk black pepper, lalu aduk kembali
- Setelah kekentalannya cukup, matikan kompor
- Kalo ingin tampilannya lebih menarik dan rasa black pepper lebih terasa, taburkan lagi bubuk black pepper tanpa di aduk
- Tuangkan ke piring, dan Hmm yummy, Tuna Bumbu Kari ala Chef Aan siap disantap

……

Simple kan masak nya? Iya donk soalnya kan bumbu karinya juga udah dicampur duluan dengan tuna kalengnya. Jadi gak repot mesti nambahin bumbu kari sendiri. Tau sendiri lah anak kos gak mau terlalu ribet, ditambah pula peralatan dan bumbu yang juga kurang lengkap. Tapi segitu aja udah enak lohh. Yang jelas di resep ini yang paling saya suka adalah Black Pepper nya. O iya, black pepper itu merica hitam kalo bahasa Indonesianya. Tapi kalo di acara masak di tivi tetep suka disebut black pepper ya. Kalo menurut saya itu membuat makanan nya terdengar lebih lezat. Hehehe, dan faktanya emang jadi lebih lezat :)

Selengkapnya...

:: My Banner ::

:: Followers ::

:: My Community ::

Komunitas Blogger WongKito Kaskus Blogger Community
-

:: My Twitter ::

 

[Get Widget]